Sabtu, 15 Juli 2023

Rumah Tak Berjendela

 

Rumah Tak Berjendela

Oleh: Imayuima

Rapuh…

Mungkin kata yang mewakili jiwaku kala itu. Fajar mulai menyapa dikala hati sedang berduka. Hari itu, hariku terasa murka. Kilauan mentari tampak mulai menampakkan sinarnya. Namun, tak begitu denganku. Senyuman yang biasa menghiasi hari-hariku, hilang sekejap bagai tiupan topan yang menghantam kalbu.

Pagi itu, ku dapati tubuhnya dingin diam membisu, terbujur kaku di pembaringan terakhirnya. Hari itu adalah hari yang buruk bagiku. Aku tak percaya takdir memilihku untuk menjalani ujian ini. Jantung seolah berhenti berdetak, lidah kelu tak mampu berkata-kata.

Terbesit di pikiranku, ini mimpi yang sangat menakutkan. Cinta pertamaku telah tiada. Tak akan ada lagi pundak kokoh yang mengendong putri kecilnya. Canda tawanya tak akan lagi ku dengar. Pria gagah berani, kepala keluarga yang begitu dicintai. Tertegun sepi aku melepas kepergiannya, sajak berairmata kering merangkul jasadnya. Ketulusan cintanya tak akan lagi menemani hari-hari ku.

 Ingin ku gali gundukan merah di hari itu, aku menyapa kidung kerinduan dalam kalbu kehangatan pelukan kasih sayangnya. Kala itu, aku ingin terbang lalu menarik awan dan pergi bersamanya. Tak terpikir di benak ini Bapak pergi secepat itu, ketika aku yang belum menemukan jati diri sesungguhnya, masih memerlukan sosok Bapak yang menemaniku ketika aku akan daftar SMA, berdiskusi tentang jurusan apa yang aku inginkan kelak di bangku kuliah, melihatku mengenakan toga dan mendapatkan pekerjaan yang aku suka, hingga menjadi wali di hari pernikahanku yang bahagia.

Malam itu ternyata senyuman terakhirnya, senyum yang begitu semeringah, tak tampak tanda Bapak akan pergi untuk selamanya. Senin malam pukul 11.00 wib, kabar buruk itu tiba. Datang seorang warga yang mengabari kami jika ia menemukan Bapak tergeletak di pinggir jalan dekat rumah. Bada Isya, Bapak memang pamit untuk pergi bermain badminton bersama teman-temannya. Tidak ada firasat apa-apa. Seperti malam biasanya, Bapak melakukan olahraga kesukaannya.

Sepertinya Bapak ikhlas meninggalkan orang-orang yang ia cintai. Saat tangannya berpindah ke atas dada untuk hembusan nafas terakhir, Bapak tersenyum bahagia. Malam itu, mobil ambulans melaju kencang membawa jasadnya ke rumah sakit terdekat.

Bergegas para medis menghampiri mobil ambulans yang terparkir tepat di halaman rumah sakit, jasad Bapak yang kaku membisu segera dilarikan ke ruang IGD untuk mendapakan penanganan medis lebih lanjut. Pikiranku kacau, memikirkan bagaimana nasib kami jika Bapak meninggal. Aku menghampiri ibu yang terkulai tak berdaya, memeluk dan mencoba menguatkannya.

Tiba-tiba konsentrasiku buyar saat dokter berlahan berjalan keluar dari ruangan IGD, lalu mendekati kami yang sedang dirundung kesedihan. Ku coba menarik nafas panjang, menenangkan pikiran yang berkecamuk bagai benang kusut yang perlu dirapikan. Sepertinya dokter itu mengetahui bagaimana perasaanku kala itu, ia mulai berbicara dengan tenang, menyampaikan pesan yang harus kami dengar walau pahit menyayat hati.

Sebenarnya telinga ini tak sanggup mendengarnya, hati ini iba menerima kenyataan sesungguhnya. Bagai petir menyambar tiba-tiba, aku harus percaya bahwa Bapak telah tiada. Bapak pergi untuk selamanya, kembali menghadap Sang Pencipta. Allah lebih sayang Bapak, untuk itu Dia memanggil Bapak begitu cepat hingga tak sempat ia ucapkan selamat tinggal bahkan pamit kepada orang-orang tercinta. Aku yakin, Allah punya rencana besar dibalik ini semua. Bismillah, aku ikhlas mengantarkan Bapak ke pembaringan terakhir menghadap Sang Pencipta.

Malam kelabu, waktu yang begitu sendu. Berurai airmata aku merangkul jasadnya. Terpojok di sudut ruangan yang menyisakan rindu yang belum mampu terhapus dari memoriku. Ratapan merambat yang kini ku lihat hanya gelap. Mimpi-mimpi yang terukir, belum sempat kuceritakan padanya, mulai terkikis kenangan yang membisu. Lantunan ayat Al’quran, zikir dan do’a tak hentinya tercurahkan melepas kepergiannya.

Tulus nasehatnya akan ku kenang sepanjang waktu, begitu pula dengan dekapan hangat kasih sayangnya yang mampu meredam amarah-amarahku saat emosi menguasai diriku. Aku memang gadis kecil yang manja belum dewasa, bahkan baru meranjak remaja saat Bapak tinggalkan aku dengan hiruk pikuk dunia yang belum ku kenal sepenuhnya.

Sejak kepergian Bapak, aku menjadi gadis kecil yang kuat, tabah dan sabar dalam segala ujian yang menghadang. Selang sebulan kepergian Bapak, aku sudah bisa menghasilkan uang sendiri dengan mengajar les anak-anak tetangga, walaupun masih duduk di bangku SMP namun tekadku kuat untuk membahagiakan Ibu tercinta.

Ketika beranjak ke bangku SMA, aku mengalahkan egoku dan memilih untuk tinggal bersama kakak sepupu di seberang kota yang jauh dari Ibu dan saudara-saudaraku, aku hanya ingin mengejar mimpi-mimpi yang ku ukir bersama Bapak dulu. Alhamdulillah, Allah kabulkan satu-persatu do’aku. Saat daftar kuliah, aku mendapatkan beasiswa penuh hingga selesai, kemudian ketika tamat  aku langsung mengajar di salah satu sekolah swasta di kota perantauanku.

Begitu indah skenario yang Allah tulis bagiku. Awalnya aku sempat berputus asa, mengira ini ujian yang begitu berat di dalam hidupku. Di kala itu aku lupa semua hanyalah pinjaman Allah semata, di dunia ini hanya sementara, sewaktu-waktu akan Allah ambil seketika. Tidak akan bertanya kesiapan hambaNya. Semua kebahagiaan bahkan bisa hilang sekejab mata atas izin Allah semata.

Dalam (QS. Al-Baqarah: 216) yang artinya “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

                        -Selesai-


 

 


Selasa, 04 Juli 2023

FULL MOM VS WORKER MOM


Sebenarnya, ibu rumah tangga atau pun ibu bekerja, keduanya sama-sama luar biasa, sosak perempuan yang sama-sama memiliki segudang kebaikan dan kesibukan dalam dirinya. 

    Setelah menikah, sebagian perempuan ada yang memutuskan fokus mengurus rumah tangga, suami dan anak-anaknya. Namun, ada pula perempuan yang tetap dan harus bekerja. Entah apa pun alasannya, keduanya pasti dipilih karena suatu alasan. 

    Beberapa pemikiran akan bertanya-tanya, kira-kira mana yang lebih mudah ?

Bercerita sedikit tentang sebuah fakta yang menarik yaitu bagi beberapa perempuan yang sudah menikah dan ia memutuskan untuk tetap bekerja setelah menjadi ibu merupakan suatu pilihan yang harus tetap dihargai. Tidak harus ada pendapat yang mengatakan "Kenapa  sih dia tetap kerja, padahal kasian anaknya dijaga sama baby sister atau dititp di Daycare". 

Padahal nyatanya sebagian dari mereka merasakan pekerjaan yang dilakukan sekarang merupakan suatu kebutuhan, yang MAU TIDAK MAU mereka harus bekerja. Disisi lain bekerja di luar merupakan suatu  hiburan tersendiri baginya Mungkin saja dengan  bekerja, ia merasa lebih senang, meluang hobi bahkan bisa bertemu dengan teman-teman yang  menyenangkan.

Hal di atas mengingatkanku untuk bercerita tentang diri ini, setelah menikah aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan sebagai seorang guru di salah satu sekolah swasta. Entah mengapa keputusan itu sangat kuat tumbuh di hati ini. Tekad dan keyakinanku untuk terus berkembang tanpa harus bekerja di luar semakin yakin dengan dukungan suami dan keluarga tercinta. 


Tahun pertama pernikahan, saat mengandung sang buah hati. Ombak kecil mulai datang merik-riak dan menggelitik hatiku, rasa jenuh, bosan dan hampa menggoda diri. Rutinitas di rumah setiap hari mulai membuat ruang kosong yang membelenggu. Di saat pandemi Covid-19 juga menerpa bumi ini. Tak bisa ke mana-mana tentunya. Ingin jalan-jalan bahkan tempat rekreasi dan warung makan pun tak buka. Uhhh... Jenuh rasanya. Namun  aku mencoba untuk tetap berpikir positif, melewati ujian ini dengan tenang hingga persalinan pun tiba, alhamdulillah anak kami tercinta lahir ke dunia. Syam Muttaqi namanya.


Nama yang indah penuh makna. Tahun kedua aku sangat bahagia, kini aku fokus mengurus buah hati tercinta. Pandemi masih terus melanda. Kami pun tidak merayakan apa-apa karena pembatasan ruang yang harus selalu dijaga. Namun, aku tetap bahagia, walaupun jarang ketemu orang-orang di luar sana dan di saat bumi tidak baik - baik saja, Allah hadirkan buah hati yang sangat menenangkan jiwa.


Tahun-tahun ketika hingga pernikahan kami memasuki usia 4 tahun, rasa jenuh pada rutinitas mengurus rumah tangga mulai mengusik hati yang lemah  akan godaan-godaan nafsu belaka. Sang buah hati memasuki fase toddler age, di mana fase tersebut anak memasuki rentang usia 12-36 bulan, ditambah lagi masa-masa itu merupakan masa golden age yaitu masa kecerdasan dan perkembangan anak. Pada saat itu sangat diperlukan waktu dan tenaga yang extra untuk mendidik, membimbing dan menyayanginya sepenuh hati dan jiwa.

Diselingi rasa jenuh yang kadang datang silih berganti, aku memutuskan untuk fokus membuka dan mengelola Bimbingan Belajar di rumah yang aku beri nama "Sang Juara" Kelas Bimbel yang aku rintis sejak tahun 2012. Alhamdulillah.. lambat laun Allah hadirkan orang-orang positif di sekelilingku.

Setelah melawan rasa jenuh dan bosan yang kadang datang menghantui, kini aku sudah punya obat sekaligus penawarnya. Alhamdulillah, Allah hadirkan pasangan hidup yang begitu sabar dan menyayangiku. Dia yang selalu mendukung setiap hobi atau pun kesenanganku. 

Tips yang aku lakukan ketika sedang jenuh menghadapi rutinas sebagai Full Mom adalah :

1. Lakukan hobi atau kesenangan yang membuatmu enjoy dan bahagia.

    Ketika kebosanan melanda diriku, aku selalu meluangkan waktuku untuk menulis, entah itu menulis puisi, diary atau pun lainnya. Aku pun juga bersyukur, di saat pandemi melanda bumi ini, Allah menghadirkan orang-orang kreatif yang banyak membuka kelas design dan digital ilustrasi secara berbayar atau pun gratis. Di saat pandemi juga kecintaanku menggambar sejak kecil muncul kembali walau pun tidak begitu cinta - secinta aku dengan menulis dan pasanganku. Etsss.. The fisrt only love Allah of course. hehee....


2. Ajak pasangan jalan - jalan atau family time

    Menghabiskan waktu bersama pasangan dan orang-orang tercinta dapat melepaskan kortisol, yaitu hormon penyebab stress. Jika tidak diturunkan maka hormon tersebut akan melonjak tinggi hingga timbul baby blues yang biasa menyerang ibu-ibu muda setelah melahirkan apalagi di tambah ia seorang full mom. Jadi sering - seringlah mengajak paksu jalan - jalan ya mom walau pun hanya makan pentol kuah. hehehe....


3. Bermain dengan Buah Hati

    Biasanya hal yang aku lakukan adalah membuat DIY atau mainan sederhana dengan ananda tercinta. Manfaatnya banyak sekali loh, terutama menambah kedekatan secara naluri dan batin dengan Sang Buah Hati.


4. Me Time atau Friend Time 

    Hal tersebut bisa dilakukan sendirian atau bersama sahabat kalian. Tentunya lakukan hal - hal positif dengan circle yang bisa mendukung dan membuat momy bahagia dan senang. Pilihlah circle yang positif, bisa membantu tumbuh dan kembang kita untuk bersama-sama menjadi orang yang lebih baik.


    Mungkin masih banyak tips lain yang bisa dibagikan di sini.  Boleh komentar di kolom di bawah ini yaaa... See you on next story. 

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh......